Ajik Krisna (YouTube Boy William) |
Sabtu, 11 Desember 2021 08:02
Keluarganya hidup miskin. Beras pun tak mampu beli. Tapi lihatlah sekarang. Pemuda itu menjelma sebagai orang kaya raya.
Belum ke Bali bila tidak membeli oleh-oleh di toko Krisna. Itulah istilah untuk menggambarkan betapa masyhurnya Toko Oleh-Oleh Krisna.
Gerai oleh-oleh ini memang sudah kondang seantero Pulau Dewata, menjadi tujuan pelancong. Kita bisa menemukan berbagai macam buah tangan, mulai makanan, kerajinan, hingga aneka produk spa.
Kini, Oleh-Oleh Krisna punya tujuh outlet dan tiga mini outlet. Siapa sangka, gurita bisnis oleh-oleh ini ternyata dihidupkan oleh seorang pria yang hanya tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP): Ajik Krisna.
Tak mudah bagi Ajik Krisna membangun usaha ini. Pria kelahiran Buleleng dengan nama asli Gusti Ngurah Anom ini harus melintasi jalan berliku untuk mencapai kesuksesan ini. Maklum, dia lahir dari keluarga yang biasa-biasa saja.
" Pak Anom lahir dari rahim Made Taman dan menjadi bungsu dari 7 bersaudara yang hidup sangat dekat dengan kemiskinan dalam kebersahajaan keluarga petani," demikian tulis website resmi Oleh-Oleh Krisna.
Dalam video yang diunggah kanal YouTube Coach Yudi Candra 14 Juli 2021, Ajik Krisna mengatakan bahwa sang ayah memang seorang petani. Sang ibu penjual kue di pasar.
" Pukul empat subuh bantu ibu di pasar sampai pukul tujuh pagi, terus pukul tujuh sampai sepuluh pagi bantu bapak di sawah. Balik dari sawah pukul sepuluh, langsung siap-siap buat berangkat ke sekolah," kenang Ajik Krisna dalam video itu.
Saking prihatinnya keluarga Ajik Krisna, mereka sampai mencampur nasi dengan bahan lain. Maklum, harga beras kala itu relatif mahal untuk keluarganya.
" Kalau makan nasi dicampur jagung, nasi dicampur ubi, karena kan orangtua buat beli beras aja susah," kata dia.
Yang jelas, hampir saban hari nasi dalam bakul di dapur rumahnya selalu " dikombinasi" . Paling banyak nasi berteman jagung. " Kalau pas (uang) kosong sekali, kita makan pakai keladi direbus dikasih gula aren dan juga parutan kelapa," tambah Ajik Krisna.
Karena dibekap kemiskinan, Ajik Krisna harus berhenti sekolah. Padahal, saat lulus dari SMPN 1 Seririt, dia punya harapan besar melanjutkan ke SMA yang gedung sekolahnya hanya berjarak tiga kilometer saja dari rumah.
Namun harapan itu pupus. " Tiba–tiba sang ayah memanggil Anom, dan mengatakan bahwa Anom harus berhenti karena orangtua tidak mampu," tulis laman www.krisnabali.co.id.
Hati Ajik Krisna terluka. Dia merasa dunia kiamat. Sudah tak punya masa depan karena tak bisa melanjutkan sekolah. Dia marah merasa sebagai anak terakhir yang diperlakukan berbeda dari semua saudaranya hingga tega untuk memutuskan kesempatannya bersekolah di SMA," tambah laman itu.
Ajik Krisna akhirnya minggat ke Denpasar dengan naik truk. Dia turun di terminal Ubung. Perjalanan tanpa tujuan itu dilakukan dengan berjalan kaki. " Berkilo–kilo berjalan di belantara kota menelusuri jalan yang baru pertama kali dipijaknya tidak membuat gentar hati Anom untuk terus melangkah mengawali petualangan nasib tanpa sanak keluarga."
Perjalanan itu tidaklah mudah. Ajik Krisna yang tak punya bekal apa-apa harus menahan lapar dan dahaga. Dia bahkan minum air dari sungai.
" Dalam perjalanan itu rasa haus cukup tuntas dengan hanya minum air sungai yang mengalir di antara pematang sawah yang terlalui," tulis biografi di laman Oleh-Oleh Krisna.
Dengan perut lapar, kaki terus melangkah. Kaki yang sudah payah tak lagi mampu melangkah. Letih. Dia akhirnya terdampar di depan pos satpam Hotel Rani di Sanur. " Anom beristirahat sebentar sambil mulai berpikir langkah selanjutnya."
Dia akhirnya memutuskan menumpang sementara di pos satpam itu. Dia berusaha menarik perhatian para karyawan hanya untuk mendapatkan makanan pengganjal perut yang kosong.
" Dan karena alasan inilah, Anom bangkit dari duduknya dan segera dengan tekun memungut sampah dan membersihkan halaman taman di sekitar gardu pos."
Ajik Krisna hanya ingin menunjukkan tekadnya pada semua orang di hotel itu. Dia hanya ingin orang tahu keberadaannya di hotel itu bermanfaat dan berguna. " Hingga bisa saja nantinya akan muncul kesempatan terbuka untuknya."
Aksi itu sukses membetot perhatian pemilik Hotel Rani. Dia dihampiri sang owner dan langsung meminta izin agar diperbolehkan menumpang di pos satpam. Ajik Krisna juga menceritakan perjalanan hidupnya dari Buleleng ke Sanur.
" Dengan janji ikut menjaga keamanan dan kebersihan di sekitar pos satpam, Anom pun diizinkan menetap di sana."
Dia tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Pagi-pagi, dia mencuci mobil pemilik hotel. Gratis. Namun, dia meminta bayaran untuk mobil para tamu. Hasilnya lumayan untuk bertahan hidup. Dari kerja itu, dia bisa mengantongi paling sedikit Rp2.500.
" Jumlah yang tergolong besar kala itu mengingat sebungkus nasi dan kopi saja tidak lebih seharga Rp75," tulis laman itu.
Ajik pun betah dan giat melakoni profesi sebagai tukang cuci mobil dari hotel ke hotel di sekitar hotel Rani di Sanur. Dua tahun dia lewatkan di Sanur.
" Sampai kemudian dia harus rela untuk berhenti dari pekerjaan menguntungkan itu hanya karena fisiknya tak mampu lagi bertahan dari serangan rheumatic akut akibat terlalu lama bergumul dengan air."
Sejak itulah dia tinggal dan membantu usaha konfeksi sang paman. Di sanalah dia bertemu dengan kawan sekolahnya di SMP, Ketut Mastrining. Gadis Buleleng yang dulu pernah dicintainya.
" Selama tinggal bersama pamannya, Anom turut membantu segala pekerjaan konfeksi dengan ikhlas meski tanpa upah," tulis laman Oleh-Oleh Krisna.
Bagi dia, yang penting adalah bonusnya, bisa tinggal dan makan gratis di rumah paman serta selalu dekat dengan Ketut Mastrining. " Walau begitu besar cinta Anom kepada Mastrining, gadis ini selalu menolaknya."
Maklum, saat kecil Ajik Krisna dikenal sebagai anak nakal. Kerap dihukum. Sehingga Mastrining tak yakin dengan masa depan Ajik Krisna. " Apalagi terdengar kabar bahwa Anom adalah pemuda lontang–lantung tanpa masa depan."
Penolakan itu justru mengubah hidupnya. Dia menemui juragan konfeksi yang selalu memberikan order kepada pamannya. Bertemulah dia dengan Pak Sidharta. AKhirnya Ajik Krisna diberi kesempatan.
Ajik Krisna diangkat jadi pekerja lapangan. Tugasnya mengantar dan mengambil jahitan. Dia diperlakukan dengan baik oleh Sidharta, sehingga berusaha memberikan yang terbaik. Apalagi, Sidharta selalu memberikan motivasi.
" Berkat itulah wawasan Anom perlahan terbuka hingga jauh melampaui kedewasaan pemuda seusianya."
Dengan masa depan yang mulai cerah itu, dia melamar Mastrining. Akhirnya dia mengakhiri masa lajang dengan cinta lamanya itu.
" Lalu memboyongnya di sebuah rumah kontrakan di Jalan Tukad Irawadi sambil memulai usaha konfeksi Sidharta."
Usaha itu terus berkembang. Pada 1992, dia membuka toko baju di Denpasar. Dia membangun usaha Cok Konfeksi. Usaha itu terus berkembang, hingga pada 16 Mei 2007, dia melebarkan sayap dengan membuka Pusat Oleh-Oleh Krisna di Jalan Nusa Indah No. 77 Denpasar.
Usaha itu terus beranak-pinak. Pada 16 Mei 2009 diresmikan sebuah imperium dagang mega outlet pusat perbelanjaan Krisna Oleh–Oleh Khas Bali di kawasan Sunset Road Kuta untuk memanjakan wisatawan.
Dengan niat menampung tenaga kerja dan menyalurkan hasil karya pengrajin lebih banyak lagi, Ajik Krisna memperluas lagi areal Krisna Oleh–Oleh Khas Bali Sunset Road menjadi dua kali lipat. Seluas 1000 m2. Gerai itu mengukuhkan Krisna Oleh–Oleh Khas Bali sebagai pusat buah tangan terbesar di Pulau Dewata.
Setelah sukses dan berhasil, Ajik Krisna tak melupakan orangtua beserta keenam kakak tirinya. Pria 51 tahun ini bahkan membelikan seluruh keluarganya rumah.
" Nah di situ kewajiban saya, saya ngasih hadiah buat keluarga saya, buatin rumah, mertua saya, orangtua saya, saudara-saudara saya, ponakan saya, ipar saya, semuanya saya bikinin rumah. Bahkan saya sendiri aja nggak punya rumah, masih ngontrak," terang Ajik Krisna dalam video yang diunggah kanal YouTube Coach Yudi Candra.
Setelah ditelusuri, ternyata Ajik Krisna memilih mengontrak ketimbang membeli rumah karena uangnya lebih baik ia gunakan untuk membangun dan memambah outlet Krisna Oleh-Oleh.