Skip to main content

Sejarah Kerajaan Klungkung Bali Indonesia




Ida I Dewa Agung Jambe adalah Pendiri Kerajaan Klungkung tahun 1686 dan merupakan penerus Dinasti Gelgel. Kerajaan Gelgel pada waktu itu merupakan pusat kerajaan di Bali dan masa keemasan kerajaan ini tercipta pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong , di mana kemakmuran dan kesejahteraan rakyat berhasil dicapai .
Pada tahun 1650 telah terjadi pemberontakan oleh seorang Perdana Menteri Kerajaan bernama I Gusti Agung Maruti yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Gelgel yang pada saat itu diperintah Dalem Dimade. Gusti Agung Maruti mengambil alih Kerajaan tersebut dari tangan Dalem Dimade raja terakhir yang memerintah kerajaan Gelgel. Pada waktu itu Dalem Dimade menyelamatkan diri dengan mengungsi ke Desa Guliang di wilayah Kerajaan Bangli . Salah seorang Putranya yakni Ida I Dewa Agung Jambe sebagai mana tersebut di atas kemudian berhasil kembali merebut kerajaan Gelgel dari cengkraman I Gusti Agung Maruti pada tahun 1686 Masehi . Sejak itu Gelgel tidak lagi sebagai tempat kerajaan . Di suatu daerah yang letaknya agak ke utara dari Gelgel, dan daerah ini dinamai Klungkung, disitulah kemudian Ida I Dewa Agung Jambe mendirikan Istana tempat tinggal. Istana ini kemudian dinamakan Semarapura atau Semarajaya . Sejak itu gelar “Dalem” tidak lagi dipergunakan bagi raja- raja yang memerintah di Kerajaan Klungkung. Gelar yang disandang secara turun – temurun oleh raja – raja Klungkung disebut “ Dewa Agung “.

Beberapa raja telah memerintah secara turun – temurun di Kerajaan klungkung , dan yang terakhir adalah Ida I Dewa Agung Gede Jambe ( Ida I Dewa Agung Putra IV ), kebetulan namanya sama dengan nama raja yang telah mendirikan Kerajaan Klungkung ini . Kerajaan Klungkung tidak bertahan lama, wilayah kerajaan terbelah menjadi kerajaan-kerajaan kecil seperti kerajaan Badung, Gianyar, Karangasem, Buleleng, Bangli, Tabanan, Jembrana, Denpasar dan kerajaan Klungkung sendiri.

Pada masa pemerintahan raja Klungkung terakhir yaitu Ida I Dewa Agung Gede Jambe tepatnya pada tanggal 28 April 1908 telah terjadi suatu peristiwa yang menggemparkan di Kerajaan Klungkung . Serdadu Belanda di bawah Komando Jenderal M . B . Rost Van Tonningen telah melakukan serangan terhadap Kerajaan Klungkung .

Raja Ida I Dewa Agung Jambe dengan disertai para Bahudanda ( Pembesar Kerajaan ) dan segenap rakyatnya yang setia berupaya melakukan perlawanan yang gigih terhadap serangan bengis pasukan Belanda tersebut , namun sia – sia. Akhirnya Raja bersama sekalian dengan pengikutnya gugur di medan Puputan. Sedangkan di pihak Belanda walaupun ada juga beberapa yang tewas dan luka – luka, tapi ini tidak berarti apa – apa bagi keutuhan pasukan Belanda, namun cukup memberikan pukulan psikologis terhadap Belanda. Kejadian itu sampai sekarang dikenal sebagai “PUPUTAN KLUNGKUNG “. Sejak itu Kerajaan Klungkung dan seluruh Bali menjadi jajahan Belanda .

Guna memulihkan situasi Kerajaan Klungkung yang baru saja ditaklukkan yaitu dalam upaya agar rakyatnya mau memberikan simpati dan dukungan kepada Pemerintah Kerajaan yang baru, maka Pemerintah Hindia – Belanda telah memutuskan untuk mengangkat seorang tokoh yang tepat untuk menjadi raja. Tokoh tersebut tiada lain ialah Ida I Dewa Agung Gede Oka Geg . Penobatannya yakni sebagai regen ( Zelfbesturder Landschap Van Klungkung ) dilakukan pada bulan Juli 1929. Siasat ini dapat memulihkan keadaan di Kerajaan Klungkung sampai akhirnya bangsa Indonesia memploklamirkan Kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Zelfbestuur atau dikenal juga dengan istilah swapraja adalah istilah untuk wilayah yang memiliki hak pemerintahan sendiri. Status swapraja berarti daerah tersebut dipimpin oleh pribumi serta berhak mengatur urusan administrasi, hukum, dan budaya internalnya. Pemerintahan pendudukan Jepang (1942-1945) menggantikan status daerah swapraja menjadi kochi. Selanjutnya Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, melalui Undang-undang Darurat Republik Indonesia no 69 tahun 1958 tanggal 9 Agustus 1958 tentang Pembentukan daerah-Daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Daerah Swapraja Klungkung diubah bentuknya menjadi Daerah Tingkat II Klungkung.

Ketika dilaksanakannya Undang-Undang No. 18 tahun 1965, maka DATI II diubah dengan nama Kabupaten DATI II dan kemudian disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 tahun 1974 yang menggantikan nama Kabupaten. Dan seiring dengan perjalanan sang waktu, ibu kota kabupaten yakni Kota Klungkung pun diubah dan diresmikan namanya menjadi Kota Semarapura pada 28 April 1992 oleh Menteri Dalam Negeri Rudini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.18 tahun 1992. Selanjutnya, setiap 28 April ditetapkan sebagai Hari Puputan Klungkung dan HUT Kota Semarapura. Hari jadi kota Semarapura bertepatan juga dengan peresmian Monumen Puputan Klungkung.

Comments

Popular posts from this blog

Awal berdirinya kerajaan Badung Bali

Berdasarkan sumber – sumber sejarah, bekas atau bukti-bukti peninggalan masa lampau dapat diketahui, bahwa yang kemudian menjadi wilayah  Kerajaan Badung  berdasarkan  tempat ditemukannya artefak,  diantaranya :  Prasasti Blanjong  di Sanur  yang berangka  tahun  913 Masehi.  Pura Maospahit   Grenceng  dan  Tonja , Sumerta pada abad ke-14. Bukti peninggalan artefak Pura dengan langgam arsitekturnya, institusi dan lain – lainnya memberikan fenomena kehidupan komunitas  yang sudah teratur pada jaman itu. Dari sisi bentang alam, wilayah Badung bercirikan kawasan agraris dan dikelilingi pantai yang cocok untuk pelabuhan, aktivitas perdagangan laut yang cukup tua usianya (Kuta, Sanur). Produksi kerajinan seperti gerabah ( penyobekan ) juga menunjukkan corak kuno seperti yang masih dibuat di Desa  Lumintang. 1) Ekspedisi Patih Majapahit ( Gajah Mada ) disertai Para Arya ke Pulau Bali dalam usaha mempersatukan wilayah Nusantara. Khususnya Arya Damar (Adi

5. Rumah Pohon Temega Karangasem

Wisata Rumah Pohon Temega adalah tempat wisata di Bali terbaru dan paling hits. Tepatnya berada Jl. Raya Tirta Gangga, Temega, Padang Kerta, Kec. Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia. Tempat ini dibuka sekitar bulan November 2016 lalu, dan masih termasuk wisata baru. Jarak tempuh dari Denpasar sekitar 2 jam perjalanan/ jarak 70 km, atau sekitar 3 km sebelum sampai wisata Tirta Gangga. Lokasi ada di tepi jalan raya, jadi kamu akan lebih mudah menemukan tempat ini. Harga tiket masuk cukup murah. Untuk dewasa Rp 10.000,-, anak-anak Rp 5.000,- per orang. Untuk tarif parkir sepeda motor Rp 2.000,-, mobil Rp 5.000,- per unit. Tempat unik ini buka setiap hari dari jam 07.00 pagi sampai jam 7 sore. Di hari libur Nasional/Minggu tempat ini ramai pengunjung, jika ingin puas menikmati wisata disini sebaiknya datang di hari biasa. Rumah-rumah yang ada di atas pohon ini berdesain unik dan kekinian untuk menikmati pemandangan alam sekitar. Penghubung antar rumah pohon ini a

Wedakarna Gelar Pertunangan, Ini Asal Usul Calon Permaisurinya

Hari ini Rabu, 23 Agustus 2017 bertepatan dengan Hari Suci Pagerwesi di Wuku Sinta Isaka Warsa 1939 dan juga bertepatan dengan Hari Lahir Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedastera Suyasa III, masyarakat Bali turut berbahagia dengan rencana diadakannnya Pernikahan Agung (Pawiwahan Ageng) Abhiseka Ratu Sri Wilatikta Tegeh Kori Kresna Kepakisan XIX. Anggota DPD Bali, Gusti Ngurah Arya Wedakarna dengan calon permaisurinya Ida Ayu Ketut Juni Supari memerlihatkan cincin tunangan usai acara pertunangan di Istana Mancawarna, Tampaksiring, Gianyar, Rabu (23/8/2017) Baca: Gusti Pangeran Dari Keraton Solo Ucapkan Selamat Kepada Arya Wedakarna Lewat Video ‘Speechless’ Pengumuman Resmi Pertunangan Ratu Gusti Wedakarna dengan Calon Permaisuri akan diumumkan pada hari ini di Istana Mancawarna Tampaksiring, Rabu (23/8/2017). Baca: Wow, 13 Fakta Mencengangkan Pertunangan Wedakarna dengan Ida Ayu Juni, No 12 Bikin Silau Baca: Resepsi Pernikahan Arya Wedakarn