Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Kilat menyambar dihiasi rintikan hujan dan hembusan angin, tak surutkan Pasubayan Desa Adat/Pakraman Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa menggelar ritual Mapekelem dan Nyamleh Kucit Butuan di kawasan Teluk Benoa, Badung, Bali, pada Tilem Sasih Ketiga, Sabtu (1/10/2016).
Sejumlah pemedek, termasuk jro mangku, kerauhan saat mengikuti ritual sakral tersebut.
Sda 50 orang, yang terdiri dari bendesa adat dan perwakilan ForBALI dari setiap wilayah di Bali, menghadiri ritual ini.
Mereka memakai jukung dan perahu boat untuk mencapai lima muntig atau daratan pasang surut di tengah Teluk Benoa.
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
Koordinator Pasubayan, Wayan Swarsa menjelaskan ritual yang dilakukan tersebut adalah suatu bentuk dari harmonisasi antara Bhuana Agung atau alam semesta dengan Bhuana Alit yakni manusia.
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
Ritual ditujukan untuk menyelamatkan kawasan suci Teluk Benoa.
“Aksi dalam menolak reklamasi kami lakukan secara sekala danniskala. Dalam hal sekala kami beraspirasi dengan turun ke jalan, sedangkan dalam hal niskala kami lakukan dengan aktivitas ritual ini yakni upacara Mapekelem dan Nyamleh Kucit Butuan,” ujar Swarsa.
Ritual yang digelar pasubayan diselenggarakan di lima titik suci sesuai dengan arah lima penjuru mata angin.
Di masing-masing titik, upacara dipimpin langsung oleh para pemangku dari desa adat didampingi oleh masing-masing bendesa adat.
Di titik utara oleh Desa Adat Kepaon, di timur oleh Desa Adat Tanjung Benoa, di titik barat oleh Desa Adat Kelan, di selatan oleh Desa Adat Bualu, dan di titik tengah oleh seluruh desa adat.
Seluruh pembiayaan ritual di masing-masing titik ditanggung langsung oleh desa adat yang bersangkutan. (*)
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa
Trimbun Bali/I Nyoman Mahayasa
Comments
Post a Comment